Kamis, 29 Agustus 2013

Perempuan & Olahraga Dalam Perspektif Islam


Islam sebagai agama yang hanif (lurus) sangat memperhatikan perempuan, ini tampak jelas dalam al-Quran dan Sunnah yang menjadi sumber hukum utama dalam Islam. Pembacaan yang cerdas terhadap al-Quran dan Hadits akan mengantarkan kepada sebuah informasi ilmiah tentang perhatian Islam terhadap hak-hak perempuan, baik yang berupa materi maupun non-materi. Keberadaan perempuan sebagai salah satu anggota masyarakat, ikut andilnya dalam berbagai kegiatan dan berpartisipasinya di dalam semua urusan duniawi tidak lepas dari pantauan agamanya (Islam). Ini tidak lain karena Islam sebagai agamanya ingin memberikannya yang terbaik di dunia dan akhirat, dengan cara dibuatkannya peraturan-peraturan yang merinci mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.

Islam tidak pernah mengekang pemeluknya untuk melakukan apapun, selama tidak bertentangan dengan syariat Islam itu sendiri, termasuk perempuan dalam konteks ini. Perempuan diberi kebebasan seluas-luasnya, termasuk dalam bidang olahraga, baik yang berasal dari Negara Islam maupun non-Islam. Dalam tulisan singkat ini, saya mencoba mengkaji hukum olahraga bagi perempuan, yang akhir-akhir ini marak dikembangkan oleh berbagai Negara.

Sebelum mengakaji batasan-batasan olahraga yang diperbolehkan dan yang di larang bagi perempuan, saya ingin menukil Hadits yang berkenaan dengan olahraga pada masa Nabi, di antaranya adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Salamah bin Abdur-Rahman bahwa sayyidah Aisyah Ra. berkata,”Sâbaqanî rasulullah Saw. fa sabaqtuhu”, Rasulullah berlomba denganku, maka aku kalahkan dia. Dalam Hadits lain diriwayatkan, “Kânat ‘aisyatu ma’an nabi shallalLah ‘alaihi wa sallam fî safarin qâlat: ‘sâbaqtuhu fa sabaqtuhu, fa lammâ hamiltu al-ahma sâbaqtuhu fa sabaqanî fa qâla, hâdzihî wa tilka as-sabaqatun’”. 

Hadits di atas menunjukkan bolehnya perempuan melakukan olahraga, bahkan dalam beberapa keadaan, olahraga menjadi lebih dari sekadar boleh hukumnya.
Fuqaha’dari berbagi madzhab membuat dlawâbit, batasan-batasan, dan hokum-hukum olahraga bagi perempuan sesuai dengan beberapa pertimbangan syariat dan membaginya menjadi tiga bagian. Pertama, olahraga itu sendiri yang di haramkan, seperti judi, dadu, mengadu hewan, dan lain-lain yang diharamkan syariat Islam.

Kedua, Riyâdlât lâ tansajimu ma’a takwîni al-mar’ah, olahraga yang tidak sesuai dengan tujuan diciptakannya perempuan, seperti tinju, mengankat barang-barang yang berat, dan olahraga lainnya yang mengeluarkan perempuan dari hakikat tabiat keperempuanannya, bahkan kerap kali menyerupai laki-laki. Hal seperti inilah yang dilarang oleh Nabi Saw. dan mendapat kecaman keras yang tergambar dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Ra., “Nabi melaknat laki-laki yang bergaya perempuan dan perempuan yang berlagak laki-laki, kemudian nabi bersabda, ‘keluarkan mereka dari rumah kalian’”. 

Ketiga, yaitu olahraga yang pada asalnya boleh, tapi menjadi haram karena faktor eksternal, seperti terbukanya aurat, ikhtilâth (bercampurnya laki-laki dan perempuan bukan mahramnya), dan lain hal yang menjadikan hukum mubah olahraga menjadi haram. Hal seperti ini pernah terjadi pada masa Nabi, suatu ketika Nabi berlomba dengan sayyidah ‘Aisyah dan ada beberapa sahabat Nabi, kemudian Nabi menyuruh para sahabat untuk berangkat terlebih dahulu. Dan bersabda, “Kemarilah ‘Aisyah… sampai aku berlomba denganmu”. Ketika sahabat tidak ada dan Nabi yakin tidak ada seorang pun yang melihat sayyidah ‘Aisyah, Nabi mengajaknya berlomba lari. Hadits ini menunjukkan bahwa sesuatu yang mubah bisa menjadi haram karena adanya sebab yang menyebabkannya menjadi haram, dan keharaman ini akan menjadi mubah kembali ketika illat tersebut hilang, sebagaimana yang tergambarkan dalam Hadits di atas.

Demikian juga, Fuqaha membuat beberapa batasan bagi perempuan di dalam pelaksanaan olahraga. Pertama, perempuan harus betul-betul menjaga auratnya dan tidak menampakkannya kepada laki-laki (yang bukan muhrimnya), karena Allah menghendakinya menutup aurat. Dan muslimah yang baik dan taat akan mendahulukan perintah Tuhan-nya ketimbang keinginan hawa nafsunya serta tidak condong kepada masyarakatnya yang menyimpang dari syariat Islam dan ajakan orang yang menginginkankannya jatuh dalam lembah kesesatan, Allah mengabadikan perintah-Nya ini dalam firmannya, “Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya’”.

Kedua, tidak melakukan olahraga di tempat terbuka atau di depan laki-laki bukan muhrimnya, seperti tempat olahraga tingkat internasional yang banyak di hadiri penonton, baik laki-laki maupun perempuan, karena olah raga dalam bentuk seperti ini sudah keluar dari koridor dlawâbit syariat Islam.

Maka, sebaik-baiknya tempat bagi perempuan untuk berolahraga adalah rumahnya. Apalagi di masa modern ini banyak peralatan olahraga mutakhir yang mempermudah perempuan melakukan olahraga di dalam rumah, menjadikannya lebih aman dari timbulnya fitnah yang tidak di inginkan.

Kesimpulannya, perempuan boleh melakukan olahraga apapun selagi tidak bertentangan dengan syariat, dan tentu, kegiatan olahraga ini tidak menjadikannya lalai akan kewajiban-kewajibannya terhadap suami dan anak anaknya, serta tidak menghalanginya untuk melaksanakan rukun-rukun Islam pada waktu yang telah di tentukan, karena islam menginginkan ridla Allah-lah yang menjadi tujuan utamanya dan semua umat Islam sebagai hamba-Nya. Wallahu a’lam bish shawab.

Penulis: M. Badri al-Khoiri